Insya'Allah, hitam ya hitam, putih ya putih, tidak akan aku tukarkan !
Melalui Blog ini Saya menyediakan layanan kunsultasi hukum dan membantu membuat dokumen dokumen hukum bagi masyarakat.

Selasa, 25 Januari 2011

Negaraku Tidak Melindungi Perempuan Yang Dinikahi Dibawah Tangan Atau Siri !

UU No. 1 tahun 1974 psl 2 (1) ; 

perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut masing2 agama dan kepercayaan.

Itu artinya, secara hukum Undang-undang menjamin Pernikahan siri/di bawah tangan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama yang bersangkutan.

Bahwa meskipun Pasal 1 ayat 2  mewajibkan pernikahan untuk dicatat, tidaklah berarti perkawinan itu menjadi tidak sah kalau tidak dicatat. Dalam hal ini pencatatan adalah bersifat administratif semata, bukan legalitas.

Bahwa SURAT NIKAH  sebagai bukti perkawinan telah dicatatkan, hanyalah berfungsi sebagai alat bukti, bahwa nama yang tersebut di dalamnya telah menikah dengan secara syah sesuai dengan agama yang mereka anut.

Bagi mereka yang nikah siri, dapat meminta legalitas pernikahannya tersebut melalui PENETAPAN PENGADILAN.

Bahwa pasal ini belum pernah dicabut atau dinyatakan tidak berlaku.

Selanjutnya mari kita lihat pula  Pasal 2 UU KDRT (UU No. 23 tahun 2004) ;
(1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf c dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga
yang bersangkutan.

Dari pasal di atas, dapat kita lihat tidak ada menyebutkan perkawinan siri atau perkawinan resmi (dicatatkan/pakai surat nikah).


Akan tetapi  di lapangan, penegak hukum pemerintah, justru telah membuat undang2 KDRT tidak dapat melindungi perempuan, oleh karena para penegak hukum selalu minta surat nikah kepada pelapor, akibatnya istri siri tak mendapat perlindungan hukum dari kekerasan suaminya.

Demikian juga hal nya dalam perkara perdata, seperti waris, hakim tidak dapat menerima gugatan waris yang tidak disertai' SURAT NIKAH. 

Dapatlah dikatakan bahwa pasal  2 ayat 1 UU Perkawinan, ternyata dalam pelaksanaannya tidak dilakukan justru oleh para penegak hukum pemerintah sendiri. Bahwa syarat administratif berupa surat nikah, dapat mengalahkan undang-undang.

Bahwa dapat dikatakan perempuan/istri  siri tidak mendapat perlindungan hukum dari pemerintah walaupun negara mengakui pernikahan siri itu syah sebagaimana bunyi pasal 2 ayat 1 Undang Undang perkawinan , BAIK PERLINDUNGAN SECARA PERDATA MAUPUN SECARA PIDANA.

Bahwa istri siri yang mengalami kekerasan rumah tangga, dia tidak dapat menuntut suaminya atas tindakan pidana yg diatur dalam UU KDRT, KARENA SELALU SAJA PENYIDIK MENSYARATKAN SURAT NIKAH. KENAPA ?

Bahwa istri siri tidak dapat mengguta suaminya secara perdata karena untuk menggugat SELALU SAJA PENGADILAN MENSYARATKAN SURAT NIKAH. KENAPA ?

Inilah salah satu fakta pelaksanaan perundang2 di negaraku ! 

 UNDANG UNDANG PERKAWINAN (UU No. 1 tahun 1974 )

UNDANG UNDANG PENGHAPUSAN KDRT(UU No. 23 tahun 2004)

1 komentar:

  1. Ibu YTH, dalam kasusu ini, tidak bijak juga rasanya jika kita menyalahkan hukum. Hukum diciptakan salah satunya untuk ketertiban masyarakat, as a tool of social enginering. Itulah salah satu fungsi hukum. Pernikahan siri terjadi juga atas inisiatif kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. artinya, perempuan tersebut tahu apa resiko hukumnya jika ia menikah siri.kalau dalam kaidah fiqh: ridho bi syai' ridlo bima yatawaladu minhu. rido dngan sesuatu, maka rido dengan semua akibat yang timbul dr sst itu. sudah tahu nikah siri tidak dilindungi negara, kok masih melakukan.sebagai perempuan jngn mau juga kalau dinikah siri. kalau sudah KDRT, y dipidanakn saja.

    BalasHapus

Anda dapat mengirim blanko konsultasi yang sudah diisi di sini.